Monday, September 5, 2016

Rukun-Rukun Sahnya Shalat


Rukun sholat ada 14 yang harus ditunaikan secara berurutan yaitu, (1)Niat, (2)berdiri bila mampu, (3) takbirotul ihrom, (4) membaca surat al fatihah, (5) rukuk, (6) iktidal, (7) sujud, (8) bangkit dari sujud, (9) duduk di antara dua sujud , (10) tasyahud akhir, (11) duduk untuk tasyahud akhir, (12) dua kali salam, (13) tumakninah (tenang) pada setiap rukun dan (14) berurutan (tertib)

Dasar Hadist Rukun Sholat
 
Urutan rukun sholat ini disebutkan dalam hadist shahih bukhari (no. 263) dan hadist shahih muslim (no. 298), yang artinya sebagai berikut :
Dari Abu Hurairah berkata, sesungguhnya Rosulullah bersabda : "Apabila kamu hendak mendirikan sholat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah sesuatu yang mudah bagi kamu dari al-quran. Kemudian rukuklah sehingga kamu thuma'ninah dalam rukuk. Kemudian bangunlah (dari rukuk) sampai kamu tegak berdiri (iktidal). Kemudian sujudlah sehingga kamu thuma'ninah dalam sujud. Kemudian bangunlah (dari sujud) kamu thuma'ninah dalam duduk. Dan lakukanlah demikian itu dalam setiap shalatmu." (Shahih Bukhari)
Dalam hal thuma'ninah dijelaskan di dalam kitab Hasyiyah Bajuri juz 1 hal 152 :
(Dikatakan : Thuma'ninah itu adalah tenang setelah gerakan) artinya ketenangan anggota badan setelah gerakan turun untuk rukuk dan sebelum gerakan bangkit dari rukuk. Oleh karena itu dikatakan : Thuma'ninah itu adalah tenang (diam) di antara dua garakan ....... Berdasar pendapat ini, maka tidak sah shalat tanpa thuma'ninah.

 Urairan Rukun-Rukun Sholat

1). NIAT
Berniat yaitu menyengaja di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasar hadist nabi yang artinya sebagai berikut :
Aku mendengar Umar bin khattab ra berkata, aku mendengar rosulullah saw bersabda, "Sesungguhnya segala amal perbuatan itu bergantung niatnya."
 Dalam kitab Al-fiqih, Ala Madzhahibi Al-Arba'ah disebutkan :


Dan adapun hukum niat dalam sholat ulama madzhab empat sepakat bahwa shalat tidak sah tanpa niat

Definisi Niat

Dalam kitab I'anatut Thalibin disebutkan :
Adapun niat menurut syara' adalah bermaksud atau bersengaja mengerjakan sesuatu dibarengi dengan perbuatannya, yaitu menyengaja berbuat sesuatu yang diinginkan untuk dikerjakannya dan keinginan atau maksudnya itu dibarengi dengan mengerjakan sesuatu yang dikehendaki tersebut. (I'anatut Thalibin juz 1/126)

Hukum Melafadzkan Niat

Di kalangan madzhab syafii, menyatakan wajibnya niat fardu dan syarat niat ada tiga, yaitu bersengaja (al-qashd), menentukan (at-ta'yin) dan niat fardu (al-fardliyah).

Masih menurut madzhab syafii, berniat itu di hati dan di lisan - syaikh zainudin al-malibari menyatakan di dalam kitab Fathul Mu'in, sunnah hukumnya melafadzkan niat sebelum takbiratul ikhram, dan juga harus disengaja. Juga di dalam niat, harus dengan jelas menentukan apakah yang dilakukan itu shalat fardhu, atau sunnah, atau Qada, sebagai imam atau makmum. Hal ini juga dapat dilihat di dalam kitab tuhfah al-muhtaj II/12

Pendapat melafadzkan niat juga didukung oleh ulama hanbaliyah. (al-mughni al-mukharraq 1/164).

Dalam kitab al-fiqh 'ala madzahibi al-arba'ah Bab Hukum melafadzkan niat, abdurrahman al juzairi mengatakan sebagai berikut :

Melafadzkan niat dengan lisan hukumnya sunnah, misalnya mengucapkan niat dengan lisannya mengucapkan "usholli fardadz dzhuri" dan lain sebagainya, maka jika lisannya tidak mengucapkan seperti itu juga sah, selama hatinya berniat untuk shalat dzhuhur, karena melafadzkan niat itu sebagai perhatian bagi hati. Jika ia berniat shalat dzhuhur dengan hatinya, akan tetapi lisannya terlanjur mengatakan (tanpa sengaja) mengucapkan "usholli fardal 'ashri", maka yang demikian itu tidaklah batal. Karena yang diperhitungkan sebagai niat adalah hati, sedangkan pengungkapan dengan lisan bukanlah niat, melainkan ia berfungsi sebagai alat bantu dalam memperingatkan hati, maka kesalahan lisan tidaklah membatalkan niat selama niat hati itu benar. Hukum ini disepakati oleh madzhab syafii dan hanbali.

Sedangkan madzhab Maliki dan Hanafi berbeda :
Mereka (madzhab Maliki dan Hanafi berbeda) berpendapat bahwa melafadzkan niat itu tidaklah disyariatkan dalam shalat, kecuali apabila orang yang melaksanakan shalat itu was-was. Malikiyah juga berpendapat bahwa melafadzkan niat itu menyalahi yang lebih utama bagi orang yang tidak was-was, sedangkan bagi yang was-was hal itu disunahkan.

Madzhab hanafi berpendapat bahwa melafadzkan niat adalah bid'ah dan dianggap baik bila dilakukan untuk menahan (menghindari perasaan was-was).

Waktu Berniat

Niat itu dilakukan "bersamaan" dengan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, boleh, bila niat itu sedikit lebih dulu dari keduanya.

2). BERDIRI BILA MAMPU

Allah berfirman , “Berdirilah untuk allah dengan khusyuk (al baqoroh – 238).
Nabi bersadda kepada imran bin hushain : “Shalatlah kamu dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu (duduk) maka dengan berbaring.” (HR Bukhari 1117)

 Dalam kitab Kasyifatus Saja, Syarah Kitab Safinatun Naja, Hal 53 dijelaskan  tentang hal ini :
Asal dari kewajiban berdiri dalam shalat fardhu adalah sabda Nabi saw kepada Imran bin Husain, beliau menderita penyakit wasir : Shalatlah engkau dengan berdiri, jika engkau tidak mampu, maka dengan duduk, jika engkau tidak mampu, maka dengan tidur miring. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kaitan keadaan ketiga. Dan Imam Nasa'i menambahkan keadaan yang keempat, jika engkau tidak mampu dengan tidur miring, maka dengan tidur terlentang. Allah tidak memaksa seseorang kecuali pada batas kemampuannya.

Bagi yang mampu berdiri, hendaklah melebarkan antara dua kaki ketika berdiri, kira-kira sejengkal dan tidak terlalu lebar, sehingga pada saat shalat jamaah, lengan si Mushalli (antar makmum) akan berdekatan (menempel) dan shaf menjadi rapat namun tidak terlalu berdesakan.

Dan sunnah hukumnya melebarkan kedua belah kaki kira-kira sejengkal (+/- 30 cm).

3). TAKBIROTUL IHRAM

Yaitu bacaan lafal allahu akbar (kami sarankan agar belajar kepada guru yang fasih). Menurut kesepakatan para ulama, takhir dilafalkan dengan bahasa arab, Seperti itulah kebiasaan nabi dan beliau mengajarkan kepada al – musi ketika sedang shalat : “Jika kamu berdiri hendak shalat maka bertakbirlah “(HR Bukhari 757 dan Muslim 911)
Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda , “Kunci shalat adalah bersuci, pembukanya adalah takbir dan penutupnya adalah salam.” (HR Abu Daud 61 dan menurut al -albani hadis ini hasan sahih, shahih wa dha’if Sunan Abi Dawud : I/1 39). Dalil inilah yang menjadi pedoman untuk takbirotul ihram ketika shalat.



4). MEMBACA SURAT AL-FATIHAH

Sama saja apakah anda sebagai imam bagi wanita lain, sebagai makmum, atau ketika shalat sendiri. Wajib mempelajari dan berusaha membacanya dengan kaidah ilmu tajwid serta memperhatikan bacaan setiap huruf dan tata caranya dengan benar. Wajib belajar kepada guru dan supaya menjadi benar bacaaannya. Dalilnya adalah sebagai berikut : “Tidak (sah) shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-fatihah.” (HR Bukhari (756) dan Muslim (394).
Siapa yang tidak mampu membaca dan mempelajarinya masih susah, maka dia boleh membaca bacaan berikut  :
 

Perbedaan Dalam Hukum Membaca Al-Fatihah :

Beberapa imam madzhab yang empat, mempunyai perbedaan dalam hukum pada rakaat ke berapa kewajiban membaca al-fatihah.

Imam syafii dan hanbali berpendapat bahwa wajib membaca al-fatihah pada tiap-tiap rakaat dalam shalat lima/shalat fardhu dan shalat sunnah.

Imam hanafi berpendapat : Membaca al-fatihah tidak wajib kecuali dalam dua rakaat pertama pada tiap shalat wajib. Dan Maliki, salah satunya seperti pendapat Syafii dan Hanbali. Yang lain, jika ditinggalkan membaca al-fatihah dalam salah satu rakaat yang bukan shalat subuh, hendaknya sujud sahwi. Jika dalam shalat subuh, diulangi lagi shalat itu.

Mereka juga beda pendapat tentang wajibnya membaca al-fatihah bagi makmum.

Menurut madzhab Hanafi, tidak wajib, baik imam membacanya dengan keras (jahr) atau berbisik (sir). Bahkan tidak disunahkan membaca al-fatihah di belakang imam secara mutlak. 
Menurut pendapat madzhab Maliki dan Hanbali, tidak wajib membaca al-fatihah bagi makmum secara mutlak. Bahkan maliki memakruhkan makmum, apabila imam membacanya dengan keras, baik ia dapat mendengar atau tidak, terhadap bacaan imam itu.

Menurut madzhab Hanbali, sunah membaca al-fatihah di belakang imam, jika imam membacanya dengan berbisik (sir).

Menurut Syafii, wajib membaca al-fatihah bagi makmum, jika imam shalat sir (berbisik). Yang kuat dari pendapat beliau adalah pendapat yang mewajibkan membaca al-fatihah bagi makmum dalam shalat jahar (keras) atau beliau mewajibkan makmum membaca al-fatihah baik imam membacanya jahar atau sir.

 

5). RUKUK

Sebagaimana firman allah, ” Wahai orang yang beriman, rukuk dan sujudlah.”(Al-hajj : 77). Juga sabda nabi kepada salah seorang sahabat yang shalatnya keliru : “Kemudian rukuklah hingga kamu merasa nyaman dalam rukuk.” (HR Bukhari 793 dan Muslim 397).
Gambar ruku :

Bacaan Rukuk dibaca 3 kali , berikut bacaan yang harus dibaca :

Perbedaan Rukuk Laki-laki dan Perempuan :

Perhatikan gambar berikut :



Untuk laki-laki, merenggangkan sikunya dari lambungnya. Sedangkan untuk wanita, merapatkan sikunya ke lambungnya.

5). IKTIDAL

Nabi mengajarkan kepada salah seorang shahabat yang salah dalam shalatnya. Banyak orang menganggap bahwa hal itu mudah : ” Lalu bangkitlah hingga kamu tegak berdiri.” (HR Bukhari 793 dan Muslim 397). Berdiri dari rukuk beliau mengucapkan :



Apabila telah berdiri tegak, beliau membaca doa :

7). SUJUD

Dalil : ” Kamudian sujudlah hingga kamu nyaman bersujud” (sabda nabi)
Tujuh anggota tubuh yang harus dipenuhi ketika sujud : Kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, kedua ujung kaki, sebagaimana dicontohkan di dalam hadist. Siapa yang tidak mampu sujud dan rukuk, dia boleh berisyarat sesuai kemampuannya.
Gambar sujud :

8). BANGKIT DARI SUJUD

Seperti dicontohkan nabi dan yang diajarkan beliau kepada salah seorang sahabat yang salah di dalam shalatnya.

9). DUDUK DI ANTARA DUA SUJUD

Dalil : “Kemudian bangkitlah (dari sujud) hingga kamu tumakninah dalam keadaan duduk.” (HR Bukhari 6265 dan Muslim 59)

10). TASYAHUD AKHIR

Yaitu Duduk dengan membaca tasyahud akhir.

Bacaan Tasyahud AKhir :
Di kalangan madzhab syafi'i yang terkenal untuk bacaan tasyahud akhir adalah berasal dari hadist berikut :



 Dari ibn Abbas ra berkata, adalah Rosulullah saw mengajari kami tasyahhud sebagaimana mengajari kami surat-surat al-quran, beliau berkata :


 "Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi allah. Salam, rahmat dan berkah-Nya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (muhammad). Salam (keselamatan) semoga tetap untuk kami seluruh hamba-hamba yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq, melainkan allah dan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba dan rosul-Nya. (Shahih muslim, abu dawud, at-tirmidzi, ibn Majah, Nasa'i dan Baihaqi dengan sanad shaih)

Kemudian dilanjutkan dengan membaca sholawat nabi berikut :


 

Sedangkan untuk bacaan ketika tasyahud awal adalah dengan membaca "at takhiyyatul..." sampai dengan bacaan "Waala aali sayyidina mukhammad."

 

11). DUDUK TASYAHUD AKHIR

Seluruh riwayat yang menyifati shalat nabi, baik fardhu maupun sunnah, semuanya menyebutkan bahwa tasyahud nabi dalam keadaan duduk.
Gambar duduk tasyahud akhir : 

12). DUA KALI SALAM

Sabda nabi tentang shalat, ” Pembukanya (shalat) adalah takbir dan penutupnya adalah salam.”

Tata cara salam :

Salam penutup sholat adalah sesuai dengan hadist dari ibn Mas'ud berikut :


"Adalah rosulullah saw mengucapkan salam  (berikut ) :

dimulai dari sebelah kanan kemudian sebelah kiri."

(Ibn Hibban, Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Shahih)

13). TUMAKNINAH (TENANG) PADA SELURUH RUKUN

Artinya pada setiap gerakan rukun, seperti berdiri, rukuk, sujud, duduk, dan sampai akhir harus tumakninah. Kira-kira lamanya adalah waktu yang dibutuhkan untuk membaca subkhanallah.

14). BERURUTAN(TERTIB)

Semua gerakan yang ada di dalam sholat, harus tertib dan urut. Dari takbir, rukuk, iktidal, dan seterusnya harus urut dan tidak boleh loncat-loncat dari satu gerakan ke gerakan lainnya. Harus urut.

Dalam kondisi apapun, rukun shalat tidak boleh ditinggalkan, meski hanya satu. Jika meninggalkannya dengan sengaja, maka shalatnya batal. Jika tertinggal karena lupa, sebaiknya mengulangi shalat sebagaimana mestinya. Jika ditinggalkan karena tidak tahu, tetapi kemudian sadar dan mengetahui kesalahannya maka dia wajib mengulanginya. Ini sebagaimana terjadi pada sahabat yang salah dalam sholatnya. Dan nabi menyuruhnya mengulangi hingga dua atau tiga kali, dan akhirnya dia belajar kepada nabi dan sholat sesuai dengan ketentuan yang benar.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon